- Back to Home »
- Krisis , Krisis Politik , Orde Baru , Orde Baru Krisis Politik , Politik , Reformasi , Sejarah , Tugas »
- REFORMASI "Krisis Politik"
Posted by : Unknown
Sunday, November 3, 2013
1.1 Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan bahwa kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Pada dasarnya secara de jure ( secara hukum ) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil – wakil dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto ( dalam kenyataannya ) anggota MPR tersebut diangkat berdasarkan pada ikatan kekeluargaan ( nepotisme ).
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan bahwa kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Pada dasarnya secara de jure ( secara hukum ) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil – wakil dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto ( dalam kenyataannya ) anggota MPR tersebut diangkat berdasarkan pada ikatan kekeluargaan ( nepotisme ).
Begitu mengakarnya budaya KKN
dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan proses pengawasan dan pemberian
mandataris kepemimpinan dari DPR dan MPR kepada presiden menjadi tidak
sempurna. Unsur legislatif yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam
membuat dasar – dasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh
Presiden Soeharto.
Selanjutnya dengan keadaan
seperti itu, mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi
pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya
gerakan reformasi yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa. Mahasiswa yang
didukung oleh dosen dan rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden,
reshuffle kabinet, dengan menggelar Sidang Istimewa MPR serta
melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
Gerakan reformasi disamping
menuntut dilakukannya reformasi total di segala bidang juga menuntut agar
dilakukannya pembaruan terhadap lima paket undang – undang politik yang dianggap
menjadi sumber ketidakadilan.
Lima paket undang – undang
politik tersebut adalah sebagai berikut.
a. Undang – Undang No.1 Tahun 1985 tentang Pemilihan
Umum.
b. Undang – Undang No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan,
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang DPR/ MPR.
c. Undang -
Undang No.3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
d. Undang – Undang No. 5 Tahun 1985 tentang
Referendum
e. Undang – Undang No. 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Massa.
Setahun
sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997, kehidupan
politik Indonesia mulai memanas. Pemerintahan Orde Baru yang didukung oleh
Golkar berusaha memenangkan pemilu dan mempertahankan kemenangan mutlak seperti
yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya.
Pada
pemilu tahun 1997, Golkar menang mutlak, PPP berhasil menambah beberapa
kursinya di DPR, sedangkan PDI mengalami penurunan secara drastis. Kemenangan
Golkar tersebut diikuti dengan munculnya dukungan kepada Soeharto untuk menjadi
presiden dalam Sidang Umum MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto sebagai
presiden tidak dapat dipisahkan dari komposisi anggota MPR/ DPR yang lebih
mengarah pada unsur – unsur nepotisme. Disamping itu, DPR/ MPR belum berfungsi
sebagai lembaga legislatif seperti yang diharapkan rakyat. Dalam Sidang Umum
MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai presiden dan wakil presidennya
B.J. Habibie. MPR juga berhasil menetapkan beberapa ketetapan yang memberikan
kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan negara.
Namun pada kenyataannya tidak semua
rakyat memberikan dukungan terhadap hasil keputusan MPR tersebut. Apalagi
terhadap Kabinet Pembangunan VII yang telah disusun oleh Presiden Soeharto
sarat dengan unsur – unsur nepotisme, korupsi, dan kolusi. Akibatnya muncul
tekanan terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto yang datang dari para mahasiswa
dan dari kalangan intelektual.
Pada
tanggal 19 Mei 1998, mahasiswa dari berbagai kampus yang jumlahnya mencapai
puluhan ribu orang terus berdatangan ke gedung MPR/ DPR. Mereka nebdesak Soeharto
mundur dari kursi presiden dan menuntut reformasi total.
Salah satu penyebab mundurnya soearto
adalah melemahnya dukungan politik, yang terlihat dari pernyataan politik
Kosgoro (salah satu organisasi di bawah Golkar) yang meminta Soeharto mundur.
Pernyataan Kasgoro pada tanggal 16 Mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan
Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua MPR/
DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.
1.2 Perkembangan
Politik
Reformasi merupakan perubahan
yang radikal dan menyeluruh untuk perbaikan. Perubahan yang mendasar atas
paradigma baru atau kerangka berpikir baru yang dijiwai oleh suatu pandangan
keterbukaan dan transparansi merupakan tuntutan dalam era reformasi. Reformasi
menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
ke arah yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan.
Ketika terjadi krisis ekonomi, politik, hukum dan krisis kepercayan, maka
seluruh rakyat mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya pergantian
pemimpin yang diharapkan dapat membawa perubahan Indonesia di segala bidang ke
arah yang lebih baik.
1.2.1 Perkembangan
Politik Pasca Pemilu 1997
Di tengah-tengah perkembangan kehidupan berbangsa dan
bernegara terjadilah ganjalan dalam kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997
disebabkan adanya peristiwa 27 Juli 1996, yaitu adanya kerusuhan dan perusakan
gedung DPP PDI yang membawa korban jiwa dan harta. Tekanan pemerintah Orba
terhadap oposisi sangat besar dengan adanya tiga kekuatan politik yakni PPP,
GOLKAR, PDI, dan dilarang mendirikan partai politik lain.
Pertikaian sosial dan kekerasan politik terus
berlangsung dalam masyarakat sepanjang tahun 1996, kerusuhan meletus di
Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996. Kerusuhan serupa terjadi di Tasikmalaya,
Jawa Barat Desember 1996, kemudian di berbagai daerah di Indonesia. Pemilu
1997, dengan hasil Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan
mutlak kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia
dalam sidang MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden tidak dapat
dipisahkan dengan komposisi anggota DPR/MPR yang mengandung nepotisme yang
tinggi bahkan hampir semua putra-putrinya tampil dalam lembaga negara ini.
Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI dan kemudian membentuk Kabinet
Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi. Mahasiswa dan
golongan intelektual mengadakan protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini.
Di samping hal tersebut di atas sejak 1997 Indonesia terkena imbas krisis
moneter di Asia Tenggara. Sistem ekonomi Indonesia yang lemah tidak mampu
mengatasi krisis, bahkan kurs rupiah pada 1 Agustus 1997 dari Rp2.575; menjadi
Rp5.000; per dolar Amerika. Ketika nilai tukar makin memburuk, krisis lain
menyusul yakni pada akhir tahun 1997 pemerintah melikuidasi 16 bank. Kemudian
disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas
mengawasi 40 bank bermasalah. Kepercayaan dunia terhadapkepemimpinan Soeharto
makin menurun. Pada April 1998, 7 bank dibekukan operasinya dan nilai rupiah
terus melemah sampai Rp10.000 perdolar. Hal ini menyebabkan terjadinya aksi
mahasiswa di berbagai kota di seluruh Indonesia.
Keadaan
makin kacau ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos
angkutan. Tanggal 4 Mei 1998 aksi anti Soeharto makin meluas, bahkan pada
tanggal 12 Mei 1998 aksi mahasiswa Trisakti berubah menjadi bentrokan fisik
yang membawa 4 korban meninggal yakni Elang Mulia, Hari Hartanto, Hendriawan,
dan Hafiadin Royan.
1.2.2
Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998
A. Sebab-Sebab terjadi Reformasi
Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta
agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan
di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto pulang dari
mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir. Tanggal 18 Mei para mahasiswa menduduki
gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri. Hal ini jelas berpengaruh terhadap nilai
tukar rupiah yang merosot sampai Rp15.000 per dollar. Dari realita di atas,
akhirnya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada
B.J. Habibie, yang membuka peluang suksesi kepemimpinan nasional kepada B.J.
Habibie. Tujuan reformasi adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa sebelumnya.
B.
Tujuan Reformasi
Reformasi politik bertujuan
tercapainya demokratisasi.
C.
Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi
·
Faktor politik meliputi hal-hal
berikut.
a) Adanya KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
b) Adanya rasa tidak
percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
c) Kekuasaan
Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup.
d) Adanya
keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e) Mahasiswa
menginginkan perubahan.
D.
Hambatan pelaksanaan reformasi politik
1) Berdasarkan jenis hambatan :
·
Hambatan kultural
Mengingat
pergantian kepemimpinan nasional dari Soeharto ke B.J. Habibie tidak diiringi
pergantian rezim yang berarti sebagian besar anggota kabinet, gubernur,
birokrasi sipil, komposisi anggota DPR/MPR masih peninggalan rezim Orba.
·
Hambatan legitimasi
pemerintah B.J. Habibie karena belum merupakan
hasil pemilu.
·
Hambatan struktural
berkaitan dengan krisis ekonomi yang
berlarut-larut yang berdampak bertambah banyak rakyat yang hidup dalam
kemiskinan.
2)
Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah, yang jika tidak ditangani secara
baik akan menimbulkan disintegrasi bangsa.
3)
Adanya kesan kurang kuat dalam menegakkan hukum terhadap praktik penyimpangan
politik-ekonomi rezim lama seperti praktik KKN.
4)
Terkotak-kotaknya elite politik, maka dibutuhkan kesadaran untuk bersama – sama
menciptakan kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan
lancar.
Rangkuman
a) Kuatnya
peran negara dalam menjalankan kontrol terhadap aktivitas rakyat menyebabkan
bangsa Indonesia menuntut adanya reformasi.
b) Reformasi yang
dijalankan di Indonesia lambat laun mengalami perubahan arah dan tujuan setelah
para petualang politik dengan mengatasnamakan rakyat terlibat di dalamnya.
c) Dengan
dalih warisan kebobrokan pemerintahan orde baru, para petualang politik mencari
keuntungan di tengah kegelisahan masyarakat.
d)
Ketidakmampuan mengelola negara karena telah dimuati kepentingan kelompok dan
ambisi pribadi selalu dijadikan kambing hitam bahwa itu warisan orde baru.
e) Jabatan
Presiden R I yang disandang B.J. Habibie, meskipun masih menimbulkan pro dan
kontra di kalangan masyarakat (khususnya akademisi) telah membawa beberapa
perubahan di berbagai aspek kehidupan.
f)
Reformasi yang dilakukan pemerintahan B.J. Habibie, antara lain pemberian
amnesti pada para tahanan dan narapidana politik, kebebasan pers, dan pendirian
partai-partai politik untuk menghadapi pemilu yang dipercepat.
g) Kesalahan
besar yang dilakukan pemerintahan B.J. Habibie dalam menjalankan reformasi di
Indonesia adalah lepasnya Timor Timur dari NKRI.
h) K.H.
Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden menggantikan B. J. Habibie
berdasarkan kepitusan dalam Sidang Umum MPR.
i)
Kasus Bruneigate dan Buloggate menyebabkan DPR mengeluarkan memorandum bagi
Presiden Abdurrahman Wahid.
j) MPR
akhirnya memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden melalui Sidang
Istimewa dan digantikan Megawati Soekarno Putri.
Powered by Blogger.